Senin, 08 September 2014
Nasib TKW Hamil dan Anaknya
Jakarta - Terminal tiga, Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, setiap hari, selalu diramaikan kedatangan tenaga kerja wanita, atau TKW dari luar negeri. Di terminal yang dikhususkan sebagai tempat kedatangan TKI ini, tidak jarang terlihat TKW yang pulang dalam keadaan hamil tua.
Menurut data, sedikitnya 25 orang TKW setiap bulannya kembali ke tanah air melalui terminal tiga Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, dalam kondisi hamil, atau membawa anak. Anak tersebut bisa jadi merupakan hasil hubungan asmara TKW tersebut dengan kekasih gelapnya di luar negeri, atau akibat perkosaan majikannya ketika tengah bekerja di luar negeri.
Bagi para TKW, memiliki anak atau hamil di luar nikah ketika tengah bekerja di luar negeri, merupakan aib yang harus disembunyikan. Oleh karena itu, mereka berusaha menutupi hal tersebut agar tidak diketahui oleh sanak keluarga mereka di kampung halaman.
Menurut HLM, dirinya pulang ke Indonesia dua bulan lalu, dengan membawa seorang putri. Meskipun putrinya tersebut merupakan hasil pernikahannya dengan seorang pria, warga negara Pakistan di Jedah, Arab Saudi, namun ia tidak mau membawa putrinya itu pulang ke daerah asalnya di Nusa Tenggara Barat. Karena di kampung halamannya, dirinya telah memiliki suami dan seorang anak yang telah berusia tujuh tahun.
Sejak kembali ke Indonesia dua bulan lalu, HLM tinggal bersama keluarga seorang penyalur TKW, berinisial ZNI. Selain bekerja sebagai penyalur TKI atau sponsor, ZNI juga memiliki usaha sampingan menjual TKW yang melahirkan setelah pulang bekerja dari luar negeri. Ia juga mengadopsi anak TKW tersebut, dan menyalurkannya kembali ke orang lain dengan sjumlah imbalan.
Selain menampung HLM dan anaknya, Saidah Hastuti yang kini berumur sembilan bulan, ZNI serta keluarganya juga menampung sejumlah TKW yang baru melahirkan atau sedang hamil tua. Mereka akan dikirim kembali bekerja ke luar negeri, setelah kondisi kesehatannya pulih dan proses administrasinya selesai.
Menurut pengakuan HLM, dirinya bukanlah satu-satunya TKW asal Indonesia yang pulang dengan membawa anak. Banyak TKW lainnya yang juga bernasib sama dengan dirinya, harus melahirkan secara sembunyi-sembunyi atau terpaksa mengugurkan kandungan.
Minggu lalu, MRS, 34 tahun, seorang TKW yang baru pulang dari Riyadh, Arab Saudi, yang tengah hamil tua, melahirkan di Bandara Soekarno Hatta. Namun tidak lama setelah melahirkan, sang bayi sudah tidak ada lagi di sampingnya. Dokter yang membantu persalinannya mengungkapkan, bayi tersebut sudah diadopsi oleh seseorang, yang memang sudah biasa mengadopsi anak-anak TKW yang dilahirkan di Bandara Soekarno Hatta.
Kesaksian
Anak-anak para TKW yang telah diadopsi, kini tinggal bersama orang yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. Beruntung, bila mereka mendapat orang tua angkat yang berhati mulia.
Tulus, contohnya. Seorang balita berumur 15 bulan ini, ditinggal ibunya sejak berumur empat hari. Kini ia tinggal bersama Najib, lelaki yang menolong ibunya melahirkan di bandara, 15 bulan silam. Tulus lahir di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Ibunya seorang TKW asal Jawa Timur, yang baru saja pulang dari Arab Saudi. Sementara ayahnya seorang pria warga negara Qatar.
Kehadiran Tulus di tengah keluarga Najib, membawa berkah bagi keluarga ini. Beberapa bulan setelah kelahiran Tulus, istri anak pertama Najib, Cipto, mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, yang menjadi adik Tulus. Keluarga Najib tidak membedakan perlakuan kepada kedua bocah ini, meskipun mereka hanyalah saudara angkat.
Menurut Najib, keinginannya mengadopsi Tulus bermula dari rasa belas kasihan ketika ia menolong ibu kandung Tulus, seorang TKW yang melahirkan di Terminal tiga Bandara Soekarno-Hatta. Ketika itu, Najib bekerja di perusahaan kargo di bandara. Setelah melahirkan, Tulus dan ibunya dibawa ke rumah Najib. Beberapa hari kemudian, ibu Tulus berangkat kembali bekerja ke Qatar.
Lain lagi dengan Nani, istri seorang sponsor perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Dia mengasuh empat orang anak TKW. Dua diantaranya, Sundari Sukoco dan Amelia, tinggal serumah dengannya. Sementara Saidah, tinggal bersama anak pertamanya. Dan seorang lagi tinggal bersama anak keduanya.
Sundari yang kini berumur tujuh tahun, merupakan anak seorang TKW dengan ayah berwarga negara Pakistan. Sementara Amelia, ayahnya berwarga negara Oman. Nani mulai mengasuh anak TKW tujuh tahun lalu. Ketika suaminya, Zaini, membawa pulang seorang TKW yang sedang hamil tua.
Ibu kandung anak-anak yang kini diasuh Nani telah berangkat bekerja kembali ke luar negeri. Mereka disalurkan suaminya ke perusahaan pengerah jasa TKI ke luar negeri. Para penampung TKW yang hamil tua saat pulang dari bekerja di luar negeri membantah, mereka telah melakukan praktek jual beli TKW dan anaknya yang baru dilahirkan.
Sebagian besar TKW, tidak menginginkan pulang ke Indonesia dalam keadaan hamil atau membawa anak. Karena tujuan mereka bekerja ke luar negeri untuk mencari nafkah, bukan melahirkan. Mayoritas TKW bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja informal dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan yang cukup.
Jika mereka diberangkatkan perusahaan pengerah jasa tenaga kerja yang resmi, mereka akan ditempatkan di penampungan dan diberi pelatihan. sebagian besar TKW Indonesia diberangkatkan untuk bekerja ke negara-negara di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, sebagai pembantu rumah tangga. Mereka digaji 700 real, atau sekitar 1 hingga satu setengah juta rupiah setiap bulannya.
Rendahnya taraf pendidikan dan keterampilan, sering kali menyulitkan para TKW, jika mengalami permasalahan di luar negeri. Tidak sedikit TKW yang tidak menerima gaji meski telah bekerja keras, karena berangkat melalui PJTKI ilegal. Belum lagi buruknya perlakuan majikan yang sering mereka terima. Siksaan fisik hingga perkosaan, acap kali membuat mereka menderita tekanan jiwa, bahkan ada pula yang meninggal dunia.
Saat ini terdapat lebih dari 400 perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia atau PJTKI, yang menyalurkan ratusan ribu TKI ke luar negeri. Namun PJTKI resmi membantah, mereka terlibat dalam jual beli TKW dan anak TKW.
Menurut Ma'ruf, PJTKI legal tidak akan menyalurkan TKI yang baru melahirkan anak. Terlebih jika kehamilan itu mereka alami ketika saat bekerja di luar negeri.
Di Arab Saudi, para TKW yang ketahuan hamil atau melahirkan dari hubungan yang tidak resmi, akan ditangkap dan dipenjara, atau disebut 'tarhil'. Mereka biasanya dipenjara antara 11 hari hingga 6 bulan. Alasan lain penahanan tersebut karena mereka melarikan diri dari rumah majikan, padahal mereka tidak memiliki kartu identitas.
Advokasi untuk para TKW yang menghadapi masalah di tempat kerja mereka di luar negeri sangat minim. Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia atau KBRI setempat, tidak melakukan upaya optimal untuk melindungi warga negaranya yang mengalami masalah di negeri orang.
Kurangnya perlindungan tersebut, membuat para TKW lebih memilih membawa bayi yang dikandungnya pulang ke tanah air. Untuk menutupi aib, merekapun rela menyerahkan anak yang baru dilahirkan kepada orang yang bersedia mengadopsinya.
Para penampung TKW tersebut bersedia menampung TKW yang pulang dalam keadaan hamil tua karena akan mendapatkan keuntungan. Setelah melahirkan anaknya, dari setiap TKW yang diberangkatkan kembali bekerja ke luar negeri, pihak penampungnya yang umumnya bertindak sebagai sponsor, akan mendapat imbalan uang dari PJTKI.
Hal itulah yang membuat para sponsor TKI itu bersedia menampung TKW yang pulang dalam kondisi hamil tua. Karena selain akan mendapat uang dari TKW tersebut, mereka juga masih akan mendapatkan imbalan dari orang yang mengadopsi anak TKW tersebut.
Fakta adanya TKW yang pulang ke Indonesia dalam kondisi mengandung janin dengan ayah yang tidak jelas, mestinya menjadi perhatian pemerintah. Sebab dari hari ke hari, jumlah TKW yang hamil di luar negeri akibat perkosaan atau di luar pernikahan yang resmi, jumlahnya semakin meningkat.
Meski demikian, pihak Depnakertrans menyatakan, belum pernah menerima laporan adanya praktek jual beli TKW dan anak TKW. Pihak Depanakertrans berjanji, akan bertindak tegas terhadap para pelaku jual beli TKW dan anak TKW. Asalkan hal itu didukung dengan bukti-bukti yang kuat.
Tenaga kerja wanita seakan merupakan profesi yang sarat dengan perjuangan dengan resiko yang berat. Bila kebetulan bernasib baik, TKW akan memetik hasil yang menyenangkan. Namun, bila kurang beruntung, ia akan menjadi korban, yang tidak tahu harus kemana untuk mencari perlindungan.
Dari fakta-fakta tersebut, sudah saatnya pemerintah, dalam hal ini pihak Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi lebih memperhatikan perlindungan kepada para TKW. Sehingga mereka tidak hanya dijadikan sarana untuk meraih devisa, tetapi juga dihormati martabatnya, sebagai seorang wanita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar