Selasa, 23 September 2014
TKI Gagal
Tanggal 1 maret 2012 merupakan hari bersejarah bagi saya. Hari sebelumnya, saya masih bekerja sebagai pegawai swasta dengan jabatan Ketua Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Perdesaan, selama tiga tahun saya bekerja dan banyak hal yang saya peroleh dari sana.
Hari pertama saya lalui terasa ada yang ganjil, biasanya saya selalu tergesa – gesa karena diburu waktu harus sampai di kantor tepat pada pukul 08.00, sudah tidak terjadi lagi untuk hari ini dan hari – hari mendatang. Seakan saya mendapatkan kebebasan baru dalam menjalani hidup ini. Pilihan hidup yang akan saya jalani sungguh teramat berat, menjadi pekerja sosial yang aktif membela hak – hak buruh migran. Memang, ini adalah pilihan yang unik, di kala semua orang sibuk untuk bekerja di usia produktif dengan harapan dapat menuai kesejahteraan di hari tua, saya malah sibuk mencurahkan segala pikiran dan tenaga untuk membantu sesama.
Pengalaman masa lalu, membuatku memiliki tanggung jawab, merasa senasib sepenanggungan sebagai TKI. Ya, isu yang di dalamnya terdapat berbagai macam kompleksitas permasalahan yang mengiringinya.
Ketika saya lulus Aliyah (MAN) tahun 2004, melihat kondisi perokonomian orang tua yang jauh dari cukup dengan memiliki jeratan hutang, sebidang tanah untuk membiayai delapan anak, rasanya mustahil jika saya harus ngotot meminta kepada orang tua untuk membiayai pendidikan di jenjang yang lebih tinggi. Prihatin, melihat kenyataan hidup keluarga dan ingin sekali keluar dan bebas dari jeruji kemiskinan yang pengap. Berspekulasi dengan beberapa pertimbangan dan pemikiran sederhana disertai keberanian jiwa muda, saya memberanikan diri untuk mendaftar sebagai TKI.
Menjadi TKI tak semudah melihat hingar bingar kemawahan gaya hidup mereka. Rumah mentereng, kendaraan dengan type terbaru, aksesoris berharga membalut tubuhnya serta memiliki kekuatan daya beli yang rakus tanpa proses tawar menawar, padahal yang dibelinya merupakan aset berupa tanah atau benda tak bergerak lainnya yang memiliki kesan lux bagi kalangan pedesaan umumnya. Jika kita meneropong lebih dalam terkait dengan proses untuk mencapai itu semua, kita akan mengernyitkan dahi ketika melihat kenyataan perbudakan modern sedang berlangsung. Beberapa macam pelanggaran hukum menimpa TKI kita. Apa yang saya rasakan ketika akan menjadi TKI, layaknya hidangan di atas meja yang tinggal disantap dari berbagai arah oleh pelaku kejahatan terorganisir. Dengan bekal informasi minimal, itu pun saya peroleh dari sponsor yang katanya akan membantu proses migrasi saya. Saya pun tertarik dengan informasi lowongan pekerjaan di Korea yang disampaikannya, karena bekerja di Korea gajinya besar, antara Rp. 9 – 10 juta per bulan, sungguh nilai yang fantastis bagi seorang buruh pabrik dengan gaji sebesar itu. Siapa pun tergiur dengan informasi tersebut. Dengan mengandai – andai, jika saya dua tahun bekarja di sana, mungkin Rp. 200 juta dapat saya bawa pulang ke Indonesia dan selanjutnya membuka usaha disini.
Saya ingat waktu mendatangi rumah sponsor yang bernama KK inisialnya, orangnya kecil tapi ngomongnya banyak, kenes kalau orang jawa menyebutnya, sepertinya saya menyadari bahwa kerjaanya adalah mencari orang untuk diberangkatkan ke luar negeri, jadi banyak omong merupakan salah satu modal untuk meyakinkan calon pendaftar melalui jasanya. Katanya, untuk berangkat ke Korea biayanya sekitar Rp. 30 juta dan Rp. 5 Juta untuk down painment sebagai bukti komitmen bahwa saya telah mendaftar sebagai TKI. Saya pun pulang dengan bekal informasi tersebut, lalu saya sampaikan kepada orang tua semuanya terkait beberapa mekanisme tersebut. Kaget bukan kepalang ketika Bapak mendengar bahwa biaya untuk menjadi TKI ke Korea sebesar itu termasuk DP-nya. Seluruh keluarga pun berembuk untuk membicarakan tentang niat saya tersebut. Akhirnya sepakat, untuk meminjam kepada kakak saya yang juga kebetulan sebagai TKI di negeri Jiran Malaysia untuk pembayaran DP tersebut.
Begitu menerima uang kiriman dari kakak saya tersebut, tak menunggu waktu lama saya langsung meluncur ke rumah si sponsor tadi. Didampingi oleh mbak Datul, saya menyerahkan uang tersebut dan meminta bukti pembayaran bahwa saya telah mendaftar. Prosesnya satu bulan ya nanti akan saya kabari lebih lanjut, kata si sponsor dengan nada sumringah.
Tepat satu bulan, rasanya saya tidak mau mengingkari apa yang dijanjikan oleh sponsor, berangkat dengan penuh semangat untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Masih belum ada kabar mas, kata agen saya dua minggu lagi, jawab sponsor. Saya menayakan kembali, katanya sudah ada lowongan di Korea tetapi kenapa harus menunggu selama ini. Dokumennya masih di KBRI Korea dalam proses, jadi sabar dulu, tukasnya. Kecewa dan hanya bisa menundukkan kepala karena informasi tersebut jauh dari harapan saya. Kebayang, dengan kedatangan saya itu mungkin saya akan membuat paspor dulu atau gimana, itu merupakan dokumen yang sangat penting untuk bepergian ke luar negeri. Dalam hati, menuggu juga bagian dari proses, sungguh tidak enak jika harus menunggu suatu perkara yang belum jelas. Sekedar menyenangkan hati saya sendiri, dalam hati berkata, mungkin saya terlalu meng-instal keingingan yang tinggi, sehingga ketika keingingan tersebut tidak tercapai, perasaan kecewa dan sedih menjadi satu seperti orang ling-lung dan sulit berkonsentrasi. Saya salalu percaya dan meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik – baiik saja.
Dua minggu kemudian saya datang ke rumah sponsor tadi, dan jawabannya tetap sama, yaitu saya dianjurkan untuk selalu menunggu dengan janji – janji harapan yang seakan terdengar bahagia di telinga. Karena sejak mendaftar menjadi calon TKI, saya sudah mempersiapkan mental dengan beberapa perencanaan kecil yang tersimpan di otak, itulah yang memompa semangat saya untuk selalu bersabar dan menunggu. Tiap dua atau tiga hari saya selalu mencari perkembangan informasi kepada sponsor tersebut melalui telpon, dan bisa ditebak, jawabannya selalu sama sehingga membuat putus asa. Hingga akhirnya tiga bulan berselang, saya kembali datang ke rumahnya dengan perasaan gundah dan jengkel memastikan pekerjaan yang telah dijanjikan kepada saya. Namun, jawabannya sungguh melemahkan saya, menanyakan tapi dengan nada menghakimi, mas itu ternyata ciri (memiliki kelainan fisik) ya? Kalau kondisi mas seperti itu, tidak bisa bekerja di Korea, mas! Orang bekerja di sana harus benar – benar fit dan prima, tidak ada yang memiliki kelainan seperti mas! Seakan menyadari bahwa memang demikianlah kondisi saya sebenarnya. Dulu waktu kecil, saya pernah terinfeksi virus folio kerena ibu saya tidak pernah membawa ke Posyandu ataupun ke Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi, sehingga saya terinfeksi virus tersebut dan harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit selama hampir dua bulan di sana. Tapi saya masih bersyukur, seiring dengan pertumbuhan saya, berolahraga dan bermain sepak bola merupakan kegemaran saya waktu muda. Saya masih bisa berlari sprint 100 meter dalam waktu 13 detik walaupun larinya pincang, itu tidak masalah, yang terpenting saya masih bisa mengungguli teman – teman saya yang normal, itu yang dicatat guru saya sewaktu di MAN dulu ketika ujian praktik di sekolah.
Apa yang disampaikan oleh sponsor tersebut seolah – olah itu memang rahasia pribadi dan keinginan untuk menuntut hak yang selama ini dipermainkan pun berkurang. Ndak apa – apa, mas! Atau begini saja, kalau seumpama bekerja di Brunai sebagai sopir gimana? tanya sponsor. Saya pun tanpa berpikir panjang menyanggupi penawarannya, itung – itung uang saya sudah memberikan DP pada sponsor dan kemungkinan akan sulit jika diminta kembali. Ya sudah kalau begitu besok pagi jam 07.00, kita berangkat untuk paspor-an. Kira – kira apa saja dokumen yang dibutuhkan untuk membuat paspor? Tidak perlu mas, hanya KTP saja! Tukasnya. Kesokan harinya saya diantar menuju rumah teman sponsor untuk mengantarkan saya paspor-an oleh suaminya. Di daerah saya memang belum ada perwakilan kantor imigrasi, sehingga harus ke kota Jember yang merupakan tetangga kabupaten Banyuwangi, daerah di mana saya tinggal. Ketika tiba di rumahnya, dia kelihatan sibuk mondar – mandir keluar masuk kamar setelah meminta KTP saya dan sambil menayakan beberapa informasi mengenai keluarga saya. Voila, selang beberapa menit dia keluar membawa dokumen Kartu Keluarga dan ijin orang tua lengkap dengan tanda tangan serta stampelnya. Saya hanya diam saja melihat praktik tersebut, yang penting saya bisa mendapatkan paspor dan bekerja di luar negeri. Ternyata hebat juga teman si sponsor tadi, proses pembuatan paspor tidak mengalami kendala yang berarti dan bahkan cepat sekali walaupun dengan menggunakan dokumen aspal (asli tapi palsu), padahal banyak sekali orang berjubel untuk mengantri. Rp. 700 ribu biaya yang harus saya keluarkan untuk mendapatkan paspor tersebut, padahal waktu itu biaya pembuatan paspor hanya Rp. 300 ribu. Ya, bukan Indonesia namanya kalau tidak bisa begitu.
Walaupun saya telah mendapatkan paspor, juga melalui proses medical check up dengan predikat fit, namun informasi penerbangan saya ke Brunai juga tak kunjung terdengar. Selalu beralasan, yang masih proseslah karena dokumennya sudah di-fax ke agen yang ada di Brunai. Memang proses saya tidak melalui PJTKI, namun langsung antar agen, itu kata sponsor. Hingga kurang lebih dua bulan berselang, saya tidak sengaja bertemu dengan tetangga yang menanyakan aktivitas saya sehari – hari. Saya pun bercerita tentang nasib yang saya alami kepadanya, dia menawarkan diri untuk membantu proses migrasi saya. Akhirnya kami pun mendatangi rumah sponsor tadi dan menanyakan kejelasan nasib saya. Setelah dari rumahnya, mas Wawan, yang lebih akrab dipanggil Kadir itu langsung berkesimpulan bahwa saya telah ditipu olehnya. Kami pun pulang dan berdiskusi, kita laporkan saja ke Polisi sponsor tadi. Mas Kadir merupakan aktifis Buruh Migran di Banyuwangi, Forum Buruh Migran Banyuwangi (Bumi Wangi) nama Lembaganya yang diketua oleh Mas Miftah yang kelak juga dia menjadi Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia. Walupun masih amatiran, bisa dibilang begitu, Mas Kadir sungguh berani, idenya kreatif selama mendampingi saya dalam kasus tersebut. Saya disuruh membuat surat pengaduan yang disitu berisi kronologis kasus, lengkap dengan bukti dugaan penipuan dilampirkan dalam surat tersebut.
Apa yang terjadi ketika saya melaporkan kasus saya ke Polsek setempat sungguh di luar dugaan. Setelah laporan saya dibaca oleh petugas jaga, saya langsung ditanya dengan nada tinggi oleh polisi itu. Siapa yang membuat surat pengaduan ini? Tanya Polisi dengan sedikit menggertak! Saya sendiri pak, jawab saya. Dia menambahkan pertanyaannya lagi, apakah surat tembusan di bawah ini juga sudah dikirim? tanyanya. Sudah pak, datar jawab saya. Keminter kamu! Hardik Polisi itu. Dia melanjutkan, kalau melapor itu di Polsek setempat dulu jangan langsung dikirim ke Polres, Polda, Mabes segala seperti tembusan ini! Saya dan Mas Kadir hanya diam saja ketika dihardik oleh polisi tersebut. Memang sebelumnya Mas Kadir yang menginisasiasi terbuatnya surat tersebut, termasuk format ditujukan ke mana surat tersebut. Mas Kadir juga bukan kuasa hukum (pengacara) sehingga dalam Undang – Undang memang mengatur dia tidak diijinkan untuk membela saya hingga proses litigasi, untuk itulah dia diam saja, diam karena ketidak-tahuannya atau memang mengerti posisinya sebagai paralegal, yang jelas kita tidak bisa berbuat apa – apa. Namun, hal itu membuat terjadinya stressing sehingga laporan kami langsung ditanggapi, saya langsung disuruh masuk untuk dimintai keterangan terkait laporan saya. Hal itu langsung ditindak-lanjuti oleh kepolisian, selang beberapa hari laporan kami, saya mendatangi rumah sponsor itu dan juga menceritakan bahwa dia telah didatangi oleh petugas dan dia akan bilang akan menyelesaikan masalah ini secera kekeluargaan dengan saya. Saya sudah tidak berminat lagi menjadi TKI, saya sampaikan seperti itu jadi tolong kembalikan uang dan dokumen pribadi saya sekarang, imbuh saya. Paspor saya pun langsung dikembalikan sedangkan uangnya baru Rp. 1 juta yang dikembalikan. Sisanya besok lagi, katanya. Sambil bergumam dalam hati, jadi selama hampir lima bulan ternyata saya sama sekali tidak diproses untuk bekerja di luar negeri, sungguh ini benar – benar penipuan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar