RMOL. Meski sering disebut sebagai salah satu tempat terbaik bagi tenaga kerja Indonesia (TKI), ternyata Taiwan juga menyimpan banyak kisah suram bagi pahlawan devisa.
Menurut anggota Komisi IX DPR Ledia Hanifa Amaliah, kesuraman itu banyak disebabkan buruknya perekrutan di Tanah Air. Hal itu baru diketahuinya setelah berdialog dengan sekitar 100 orang TKI dan mahasiswa di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, dan saat melakukan kunjungan ke shelter TKI di Taoyuan, Taiwan, hari Minggu pekan lalu.
Pada kunjungan itu dia temukan kasus para calon TKI yang disuguhi berkas-berkas yang harus ditandatangani segera tanpa diberi kesempatan untuk memahami isinya.
"Belakangan mereka baru tahu kalau berkas yang dibuat dalam bahasa Mandarin dan Indonesia itu berisi hal-hal yang merugikan mereka," ungkap Ledia dalam keterangan tertulis yang diterima Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Senin, 7/11).
Isi berkas itu, antara lain, menyatakan kalau calon TKI bersedia tidak mengambil libur, bersedia menerima upah yang nilainya di bawah ketentuan upah minimum, bersedia dipotong uang makan senilai 2500 NT$ (setara Rp 750 ribu) per bulan bagi pekerja pabrik dan anak buah kapal (ABK) meskipun sesungguhnya makan dan tempat tinggal ditanggung pemberi kerja. Bahkan juga ada pernyataan bersedia untuk mengkonsumsi daging babi meskipun mereka Muslim.
"Ketiadaan standar kontrak kerja yang ditetapkan pemerintah Indonesia menyebabkan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan Agen Tenaga Kerja mengatur semau mereka perjanjian kerja untuk calon TKI (CTKI)," kata anggota fraksi PKS itu.[ald]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar