Minggu, 07 September 2014

Menengok Kampung TKW di Pedalaman Karawang


Suami Malas Kerja, Hanya Andalkan Uang Kiriman

Selain Satem, kakaknya yang bernama Eti, mengikuti jejaknya. Tapi karena belum beruntung, meski lebih lima kali pergi ke Arab, nasibnya TKW asal Desa Sukaratu, Kecamatan Rawamerta ini belum berubah. Impiannya menyejahterakan keluarga tidak pernah terwujud.

Hudri Amin, Rawamerta

Selama lima kali terbang ke Arab, wanita ini selalu bernasib sial dan tidak lama di Timur Tengah. Selalu bertemu majikan galak, sehingga selalu pulang lebih cepat. "Di keluarga bukan hanya saya yang pergi, tapi juga kakak, meski memang dia mah tidak pernah lama karena majikannya selalu galak," kata Satem.
Nasib serupa dialami Munah, mantan TKW yang dua tahun kerja di Arab Saudi. Bahkan ia mengaku kapok untuk pergi lagi. Hasil kerjanya di negara orang tidak merubah nasibnya menjadi lebih baik. Dari hasil menjadi babu selama dua tahun, ia hanya bisa menyisakan Rp 13 juta ketika pulang kampung yang dijadikannya modal warung. "Saya kapok untuk pergi lagi. Selain capek, hasil kerja kita tidak bisa merubah apa-apa.Kerja menjadi TKW bukan cara tepat untuk menghimpun uang. Karena ternyata keluarga yang ditinggal lebih boros dengan ada jaminan uang kiriman," jelasnya.
Munah juga mengatakan, kebanyakan keluarga yang memiliki anak TKW malah lebih boros. Sehingga akhirnya, hasil jeripayah anak atau istri saat mereka pulang tidak tersisa apa-apa. "Hanya rumah sama sumur yang bisa menjadi kenangan hasil menjadi TKW. Itu juga tidak hanya satu kali pergi, bisa sampai lima kali pergi masih belum juga selesai rumah," sambungnya.
Suami Munah, Herna mendukung langkah istrinya untuk tidak pergi lagi menjadi TKW. Selain membuatnya malas kerja, anaknya juga tidak terurus, bahkan malah dititip di mertuanya. "Hampir semua suami yang ditinggal istri menjadi lebih malas kerja. Paling banter kerja untuk dirinya sendiri, biaya anak malah dibebankan sama mertua," ujar Kepala Dusun Rawaraden tersebut.
Herna juga mengatakan, bahkan ada yang nasibnya lebih tragis. Di desanya, warga Dusun Kaung Ucip ada yang lebih tujuh kali pergi bukan terbangun rumah, yang ada malah sebaliknya. Rumahnya malah ambruk dan tidak bisa terbangun kembali. Menurutnya, lama kerja bukan jaminan sukses. "TKW warga Dusun Kaung Ucip, Elah, rumahnya saja ambruk belum bisa membangun kembali. Padahal dia lebih 10 tahun di Arab," terangnya menceritakan nasib TKW di desanya yang gagal meski lama menjadi pahlawan devisa.
Ia menjelaskan, saat terjadi krisis moneter di Indonesia antara tahun 1998 dan 1999, lebih dari 500 warga di desanya menjadi TKW. Diakuinya, jumlahnya saat ini mulai berkurang. "Bukan berarti sekarang warga sudah maju atau ekonominya meningkat.Tapi mereka mulai berpikir, dari contoh yang ada, hasil menjadi TKW tidak begitu menggiurkan.Tapi memang masih ada saja warga yang tergoda menjadi TKW, karena tidak ada pilihan untuk membantu ekonomi keluarga," pungkasnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar