Minggu, 28 September 2014

Ditawari 30.000 Dolar NT Sekali Tidur Bersama


Keremangan malam itu menjadi saksi bisu, ketika tiba-tiba Susi menjerit. "Jangan...! Jangan sentuh aku!"
Tak peduli teriakan memelas itu, Ah Liang terus merangsek. Tangannya yang kukuh berusaha meraih bahu Susi dan memeluknya erat. Sekali lagi, Susi memohon. Namun apalah daya seorang Susi yang lemah. Tanpa ampun "malam biadab" itu harus dilalui Susi dengan berlinang air mata. Dia menjadi korban nafsu binatang seorang Ah Liang yang notabene anak majikannya di Taiwan.
Susi (23) -bukan nama sebenarnya- asal Kota Bumi Bandarlampung yang selama ini selalu berupaya keras mempertahankan mahkotanya, akhirnya bobol juga. Kepedihannya itu diceritakan secara runut kepada Suara Merdeka selepas dia lari dari rumah majikannya.
"Saya harus bagaimana, Mas?" tanya Susi pasrah. Seorang temannya, sebut saja Novi (34) -juga bukan nama sebenarnya- yang duduk di sampingnya menimpali,
"Keputusanmu lari, itu sudah tepat."
"Meski tanpa bekal cukup?" ungkap dia yang terlihat semakin bingung.
"Kamu sudah memutuskan, kenapa mesti disesali," tandas Novi.
Perbincangan itu pun terputus, ketika sejumlah orang mendekat. Dari cerita Susi, terlihat betapa tertekan hidupnya dalam upaya memburu dolar NT di Taiwan.
Raut wajahnya yang ayu dengan kulit putih bersih ternyata tidak sebersih nasibnya yang suram. Dia mengaku baru 15 bulan bekerja di salah satu keluarga kaya di Taiwan itu. Tugasnya hanya mengasuh kakek Ah Liang yang nyaris lumpuh.
Awalnya, dia kembali berkisah, "Tiga bulan pertama, sungguh dimanja."
Dia mengakui dibelikan perhiasan, gelang, kalung, giwang, bahkan diberi fasilitas handphone. "Semua anggota keluarga menyayangi saya, seperti anak sendiri. Saya diperlakukan bukan sebagai pembantu rumah tangga. Bahkan mereka sering memberi tips," tuturnya.
Enam bulan berlalu dalam glamor dan kegembiraan. Gajinya yang 12.000 dolar NT atau lebih kurang Rp 3,5 juta per bulan juga diterimanya setelah dipotong biaya untuk agen pengirim. Tiba-tiba saja suasana berubah, ketika Ah Liang mulai berulah. Dia merayu Susi agar mau dijadikan istri, sampai akhirnya malam kelabu itu terjadi.
Dunia Hiburan
Cerita pelik seorang Susi ternyata tidak sendirian. Bedanya kali ini, Wati (33) lebih berani bersikap tegas. Dia tampaknya cukup berpengalaman. Dengan nada keras, dia berani menentang majikannya di Taiwan yang kala itu menawarinya mau membayar 30.000 dolar NT untuk sekali tidur bersama.
"Uang bisa dicari, tetapi kehormatan sangat bernilai," katanya berpuisi. Berkat ketegasannya itu, majikannya kini menjadi segan. Dia tidak berani lagi "macem-macem", bahkan kini menjadi sangat santun menghormatinya.
Kini masa kontrak kerjanya 3 tahun di Taiwan sudah berakhir. Wati siap pulang kampung membawa bekal tabungan yang cukup besar, karena gaji terakhirnya sampai 18.000 dolar NT sebulan. Bahkan, dia mengaku pernah pulang kampung dengan diberikan banyak oleh-oleh.
Wati juga bercerita tentang nasib temannya -sebut saja Tuti- yang tidak tahan godaan harta. Seperti kebanyakan para TKW yang bekerja di Taiwan, tutur dia, Tuti juga mendapat tawaran yang sama untuk mau tidur dengan tuannya.
Tuti juga ditawari "uang lelah" 30.000 dolar NT. Bedanya kali ini, dia menyanggupinya, bahkan akhirnya keseringan dan ketagihan. Tragisnya, profesinya yang mau melayani majikannya, keterusan sampai di luar.
Alhasil, hanya dua bulan dia tinggal di rumah tuannya. Selanjutnya, dia lari dan bekerja di dunia hiburan. Bahkan sekarang, dia mengambil profesi baru sebagai pemuas nafsu seks di dunia hiburan malam di Taiwan dengan bayaran tiap satu jam 500 dolar NT.
Bahkan kabarnya, setelah tiga tahun masa kontrak kerjanya di Taiwan habis, Tuti enggan kembali ke Tanah Air. "Mumpung masih muda dan laku," ucap Wati mengutip pernyataan Tuti. Kabarnya, ungkap Wati, dari hasil kerja esek-esek itu Tuti kini memiliki dua mobil Panther di kampungnya.
Namun tidak selamanya cerita TKW di negeri yang berpenduduk lebih dari 23 juta jiwa itu pedih. Setidaknya Sri (37) asal Tulungagung Jatim dan Soemarno (Purwokerto) cukup mewakili para TKW dan TKI yang sukses tanpa harus melewati kejadian tragis.
Sri bahkan kini memperoleh gaji di atas rata-rata TKW yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dia kini mengantongi 20.000 dolar NT sebulan. Hanya saja sesuai perjanjian dengan pihak agen, selama 21 bulan gajinya harus dipotong. Bahkan dia mengakui majikannya sangat pengertian. Setiap kali memasuki waktu shalat, mereka biasanya mengingatkan.
Soemarno yang bekerja di perusahaan tekstil juga mengakui, sebenarnya dari segi penghasilan, pekerjaan di sini menjanjikan. Gaji pokoknya setiap bulan Rp 5 juta, belum termasuk lembur dan lain-lain.
Hanya saja irama kerjanya sangat ketat, sehingga sangat sedikit waktu untuk liburan. Bisa saja dalam sebulan hanya libur kerja dua kali pada hari Minggu. Adapun hari libur Minggu lainnya tetap untuk kerja lembur. "Apalagi bila order di perusahaan sangat banyak, biasanya kami tidak diberikan waktu libur sama sekali," tuturnya.
Diskriminasi
Cerita pelik para TKI dan TKW di negeri seberang ternyata masih juga berlanjut sampai di bandara. Ketika Suara Merdeka akan kembali ke Tanah Air, selepas kunjungan wisata ke beberapa objek wisata di Taiwan pada 17 - 23 Agustus lalu, di Bandara Internasional Chiang Kai Sek, sejumlah TKI dan TKW masih juga diperlakukan diskriminatif.
Mereka dilayani di tempat terpisah dari penumpang umum. Bahkan ketika tempat pelayanan boarding pass yang khusus melayani mereka penuh, sedangkan tempat pelayanan umum masih kosong, tetap saja mereka dibiarkan antre panjang.
Ada satu lagi, kebiasaan yang diberikan petugas di bandara itu untuk membedakan antara TKI/TKW dan penumpang umum. Biasanya, para TKI dan TKW diberikan kode khusus berupa ID card yang ditempelkan di dada sebelah kiri atau kanan.
Dengan cara itulah, petugas bandara bisa mengetahui, sekaligus mengatur mereka. Celakanya justru dengan ID card itulah, kerapkali mereka menjadi bulan-bulanan para calo atau oknum penipu setibanya di Bandara Cengkareng Jakarta.
Karena itu, tidak heran sering terdengar ada TKW yang tertipu "mentah-mentah" setibanya di Tanah Air. Dengan kode khusus itu, mudah sekali mereka dikenali. Karena rata-rata para TKW atau TKI kurang berpengalaman, mudah saja mereka terkena butuh rayu dan tipu muslihat para calo.

Masalahnya, akankah nasib pelik para pencari dolar di negeri seberang ini dibiarkan suram. Tugas penting para petinggi di negeri ini, bagaimana memberikan mereka rasa aman. Jadi, tidak hanya tenaga mereka dikuras untuk menggali devisa dari negeri seberang, tetapi hasil karyanya itu juga dihargai dengan pemberian rasa aman dan nyaman yang lebih memadai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar